Dirjen Pajak Berdalih Perluasan Objek PPh 23 Demi Keadilan
Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito, diambil sumpah dalam pelantikan Dirjen Pajak, di Kementrian Keuangan, Jakarta, Jumat, 6 Februari 2015. (CNN Indonesi/Adhi Wicaksono) Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Jenderal Pajak, Sigit Priadi Pramudito menegaskan kebijakan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 terhadap terhadap sektor usaha jasa bukan kebijakan baru karena sudah diterapkan sejak lama. Namun, ekstensifikasi atau perluasan objek PPH 23 dinilai Sigit perlu dilakukan dengan alasan keadilan.
Pernyataan Sigit tersebut merupakan penjelasan atas terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015, yang menjadikan 62 sektor jasa utama dan 120 jasa turunannya sebagai objek PPh pasal 23.
Beleid tersebut merupakan revisi atas PMK Nomor 244/PMK.03/2008, yang sebelumnya hanya memuat daftar 27 jenis jasa utama dan 60 jasaa turunannya sebagai objek PPh pasal 23.
"PPh 23 itu bukan aturan baru. Itu semua objek pajak penghasilan yang memang harus dikenakan demi keadilan," ujar Sigit saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (11/8).
Menurut Sigit, ekstensifikasi dilakukan seiring dengan makin kompleksnya lini transaksi bisnis di sektor jasa. Semakin banyaknya jenis usaha jasa baru yang lolos dari ketentuan pajak membuat pengenaan PPh 23 menjadi tak merata dan kurang adil.
"Transaksi bisnis itu sangat bervariasi, makelar mulai bertambah. Itu yang kita upayakan untuk dikenakan pajak," jelas Sigit.
Sayangnya, Sigit belum bisa memastikan berapa potensi tambahan penerimaan negara dari perluasan objek PPh 23 tersebut. Menurutnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) masih menghitung jumlah rupiah yang berpotensi menambah pundi-pundi negara.
"Pasti akan ada kenaikan," katanya singkat.
Kendati dunia usaha tengah lesu akibat pergerakan ekonomi yang melambat, Sigit menilai pengenaan PPh 23 tidak akan banyak membebani pengusaha jasa.
"Tidak masalah karena ini menyangkut keadilan pengenaan pajak," ujar Sigit.
Sebagai informasi, per 31 Juli 2015, penerimaan negara dari setoran PPh 23 sebesar Rp 15,84 triliun atau tumbuh 6,96 persen dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun lalu Rp 14,84 triliun. Pertumbuhan ini dipicu oleh meningkatnya dividen dan royalti yang dibayarkan perusahaan selama tujuh bulan berjalan di tahun ini.